Opini

BERANTAS TIKUS BERDASI YANG MERUSAK TATANAN BERNEGARA

Berantas tikus berdasi yang merusak negara Indonesia 
"Tikus Berdasi" dinegeri ini yang terus menguras kekayaan negara dengan cara melakukan penggelapan dana serta penyuapan yang dimana hal ini termasuk perusakan bagi negara ini

Sebelumnya kita pahami dulu apa itu korupsi adalah suatu bentuk ketidak jujuran atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau suatu organisasi yang dipercayakan dalam suatu jabatan kekuasaan, untuk memperoleh keuntungan yang haram atau penyalah gunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi seseorang. Korupsi dapat melibatkan banyak kegiatan yang meliputi penyuapan, penjualan pengaruh dan penggelapan dan mungkin juga melibatkan praktik yang legal di banyak negara.
seperti yang sudah kita ketahui di negara tercinta ini korupsi adalah tindakan paling keji dari seluruh kejahatan, yang dimana dampak dari korupsi ini kepada warga, kesejahteraan warga, dan kemajuan bagi negara Indonesia 

Malahan banyak yang melakukan tindakan korupsi ini oleh pemerintah, namun mereka pintar dalam menyuap bawahannya untuk tetap tutup mulut, tentunya ini dapat merugikan golongan bawahannya yang tidak tahu apa yang sedang terjadi di atasnya.
namun faktor jabatan pun juga menjadi vital karena jabatan tersebut seseorang yang melakukan korupsi tadi merasa dirinya memiliki power untuk mengendalikan bawahannya.
Biasanya uang tersebut diambil dari hasil memangkas dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat. 
Karena lemahnya hukum di Indonesia terkait kasus korupsi pun juga menjadi faktor semakin maraknya kasus korupsi di Negeri ini. Orang pasti beranggapan bahwasanya jika ketahuan berbuat korupsi akan mendapatkan hukuman yang tidak terlalu berat, malahan berpolitik pun juga mengakibatkan korupsi itu sendiri. 
pejabat yang mudah di suap menjadi cikal bakal kosupsi itu sendiri mereka berkampanye pun dengan dana yang besar supaya menarik simpati masyarakat untuk memilih mereka kelak di pemilihan umum

NAMUN ADAKAH CARA MENGATASI KORUPSI?
Mekanisme "bagi-bagi kursi" di ajang pesta demokrasi, tidak akan kita temukan dalam sistem pemerintahan Islam. Sebab, dalam Islam pemimpin dipilih bukan untuk menjadi pembuat hukum (legislatif), tetapi untuk menjamin penerapan syariat Islam kaffah dalam kehidupan negara.
Pejabat hanya perlu menjalankan kepemimpinannya dengan sikap amanah, penuh tanggung jawab melayani rakyatnya dengan pelayanan terbaik. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)

namun, bagaimana jika dalam sistem Islam terjadi korupsi? Apakah akan terjadi tebang pilih juga, sebagaimana sistem sekuler hari ini?

Jawabannya, tentu saja tidak! Sebab, solusi yang ditawarkan Islam bersumber dari wahyu yang tidak pernah berubah-ubah, bukan lewat RUU yang disahkan di DPR. DPR itu adalah lembaga yang terdiri dari manusia yang akalnya terbatas, serba kurang, dan lemah. Hukum yang dihasilkan oleh akal yang terbatas bisa menimbulkan perpecahan, pertentangan, perselisihan, serta ketidak adilan. Karena itu, kita butuh aturan yang menyatukan perbedaan, adil, dan membawa kemaslahatan. Aturan itu wajib bersumber dari Allah Swt. Yang Maha Mengetahui mana yang terbaik untuk hamba-Nya.

Terkait korupsi, Allah Swt. dan Rasul-Nya melarang keras bagi pejabat untuk mengambil hak orang lain, menyuap dan disuap, serta berkhianat atas kepemimpinannya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya, "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

Selain itu, Rasulullah saw. juga pernah berpesan agar pejabat menjauhkan diri dari aktivitas suap-menyuap, korupsi, juga gratifikasi dalam sebuah hadis yang berbunyi, "Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan." (HR. Abu Dawud)

Lantas, bagaimana jika ternyata negara mendapati pejabatnya memakan harta rakyat dan menerima suap? Islam akan menindaknya dengan tegas, dengan ketentuan sanksi penjara, bahkan hukuman mati yang disesuaikan dengan keputusan kadi sebagai takzir yang berefek jawabir (menghilangkan dosa) si koruptor di akhirat kelak. Selain itu, sanksi Islam juga mengandung efek zawajir (efek jera) agar pejabat lain tidak mengulangi hal yang sama.

Admin :
Faisal Anwar