Jun 12, 2021
0
0
JAKARTA PEKATNEWS.COM-Pemerintah berencana untuk memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor pendidikan dan bahan pokok atau lebih di kenal Sembako. bocoran draf perubahan kelima atas UU No 6 Thn 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Aturan tentang PPN sebelumnya telah diubah dalam UU Cipta Kerja, yang menggantikan sejumlah ketentuan dalam UU No 8 Thn 1983 itu.
Ternyata kebijakan pemerintah ini bisa memberikan dampak sosial ke masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pakar Sosiolog dari Sosiolog Nasional, Sigit Rohadi. Awal menjelaskan dampak langsung yang bisa terjadi pada Sosiolog jika bahan-bahan pokok dikenakan PPN.
"Kalau itu betul-betul dilaksanakan pengenaan pajak, tentu akan memberatkan masyarakat bawah, masyarakat yang selama ini menikmati atau mengkonsumsi barang-barang, katakanlah sembako dengan pendapatan yang pas-pasan," kata Sigit saat dihubungi, Jumat (11/6/2021).
Sigit lantas mengungkap fakta dimana masyarakat yang berada di garis kemiskinan akan turun di bawah garis kemiskinan menghabiskan 60-70 persen pendapatannya untuk kebutuhan pokok. Dengan demikian, jika pajak dikenakan pada bahan pokok tersebut, maka kualitas hidup masyarakat akan semakin menurun.
"Kalau barang-barang kebutuhan pokok dikenakan pajak, tentu pengeluaran untuk kebutuhan pokok akan berlipat-lipat sehingga mereka akan tidak mampu memenuhi kebutuhan barang sekunder atau tersier. Kalau itu (pajak) betul diterapkan bisa dipastikan kualitas hidup masyarakat yang lapisan bawah akan semakin menurun, angka kemiskinan akan meningkat lebih cepat dibandingkan periode periode sebelumnya," ucapnya.
Tak hanya itu, Sigit juga menjelaskan dampak sosial pada sektor pendidikan jika wacana PPN pendidikan juga diterapkan oleh pemerintah. Dia mengungkap kondisi murid dengan keluarga menengah ke bawah akan semakin terhimpit jika itu benar-benar diterapkan.
"Dengan demikian anak-anak yang masyarakatnya berpendapatan menengah ke bawah itu hanya kebagian sekolah yang kurang kompetitif dan sekolah swasta. Kalau sekolah juga dikenakan pajak, maka mereka mendapat pukulan 2 atau 3 kali lipat untuk pengeluaran, ini yang semestinya dipertimbangkan dengan serius para pembuat kebijakan di Kemenkeu," ujarnya.
Daftar "kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak" dijelaskan dalam Penjelasan UU Cipta Kerja.
Berikut daftarnya:
1. Beras
2. Gabah
3. Jagung
4. Sagu
5. Kedelai;
6. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
7. Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan caralain, dan atau direbus
8. Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuktelur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
9. Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan atau dikemasa tau tidak dikemas
10. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan atau dikemas atau tidak dikemas
11. Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
"Nah apalagi di era pandemi ini angka pengangguran, angka pemutusan hubungan kerja atau PHK juga tinggi sekitar 5 juta orang terkena PHK. Nah kalau ini terjadi tentu persaingan untuk mendapatkan barang itu sangat tinggi, itu berarti kriminalitas juga akan meningkat," lanjutnya.
Sigit pun meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang pengenaan pajak untuk sektor pendidikan dan kebutuhan pokok. Dia menilai sebaiknya pemerintah mengenakan pajak pada barang-barang kebutuhan sekunder dan tersier.
"Sebaiknya dipertimbangkan, dipikirkan ulang untuk mengenakan pajak pada barang kebutuhan pokok yang berkaitan dengan sembako. Pajak sebaiknya dikenakan kepada barang-barang sekunder, barang-barang kebutuhan mewah, daripada menaikkan kebutuhan pokok, lebih baik menaikkan pajak di restoran, pajak hotel, kemudian pajak kendaraan yang jelas-jelas dikonsumsi kalangan menengah ke atas, itu lebih tepat," tuturnya.(red)
source detikNews/kompas