Daerah

Polemik Pembangunan Hotel P Abaikan SP1 Pemko Bukittinggi,Warga Minta Pemerintah Tegas.

Bukittinggi — Polemik pembangunan Hotel P di Jalan Teuku Umar, Bukittinggi, kembali memanas setelah warga melaporkan kerusakan bangunan yang mereka alami akibat aktivitas konstruksi hotel tersebut. Warga yang tinggal berdekatan dengan lokasi proyek menilai pembangunan itu bukan hanya melanggar izin, tetapi juga membahayakan keselamatan mereka.

Kuasa Hukum warga, Musyawir Irawan S.H, mengatakan dampak kerusakan yang muncul tidak bisa dianggap sepele. Sejumlah rumah di sekitar proyek diduga mengalami penurunan pondasi hingga longsoran tanah yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi hotel. 

“Kami sudah menyampaikan surat laporan dan keberatan ke PUPR pada 14 November 2025. Namun hingga lebih dari seminggu sejak SP1 dikeluarkan, aktivitas pembangunan masih berjalan. Penanganannya terasa terlalu lambat,” ujarnya, Minggu (16/11/2025).

Kuasa hukum warga tersebut menyebut warga telah berulang kali meminta klarifikasi kepada dinas terkait, tetapi belum mendapat jawaban tegas mengenai tindak lanjut peringatan yang dikeluarkan. Ia menegaskan bahwa pembangunan seharusnya dihentikan terlebih dahulu jika pihak hotel ingin mengurus izin ulang.

 “Kalau mau urus izin baru, aktivitas pembangunan seharusnya berhenti dulu. Yang dibangun kan tidak sesuai izin awalnya,” katanya.

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bukittinggi mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima laporan warga. Sekretaris Dinas PUPR, Jenneri Faisal, menyampaikan bahwa kajian teknis sedang berjalan untuk menilai keseluruhan dampak pembangunan terhadap bangunan di sekitarnya. 

Sementara itu sebelumnya, Kepala Dinas PUPR, Rahmat Afrisyaf Elsa, memastikan bahwa pihaknya telah mengeluarkan SP1 terbaru setelah temuan lapangan menunjukkan pelanggaran serius pada izin yang dimiliki Hotel P. 

“Kami sudah memberikan SP1 kepada pihak Hotel P. Ada dugaan pelanggaran aturan dan tata ruang yang harus segera ditindaklanjuti,” ujarnya.

Selain temuan PUPR, Satpol PP Bukittinggi turut meninjau lokasi untuk memeriksa kelengkapan izin. Dari pengecekan diketahui bahwa pihak hotel sedang mencoba mengubah izin dari bangunan rumah toko menjadi hotel. 

Namun perubahan itu tidak menghapus fakta bahwa sejak awal pembangunan, struktur bangunan telah melampaui izin yang diberikan—dari yang seharusnya tiga lantai menjadi empat lantai.

Warga juga menyoroti dugaan ketidaksesuaian dokumen izin yang diajukan, di mana pihak hotel disebut mengajukan izin ruko tetapi menjalankan operasional hotel penuh. 

Praktik ini dinilai dapat menghindari kewajiban pajak serta pengawasan teknis yang lebih ketat dari pemerintah.

Dengan keluarnya SP1 terbaru di bulan Oktober 2025 ini, warga mendesak agar pembangunan dihentikan sementara demi mencegah kerusakan lebih besar dan memastikan keselamatan mereka tetap terjaga. 

Mereka berharap pemerintah bertindak tegas, mengingat peringatan serupa yang pernah dikeluarkan pada 2018 lalu, namun tidak pernah diindahkan oleh pihak hotel.

(*)

Admin :
Fajri HR.