Mei 17, 2021
0
0
Surabaya Pekatnews.com - Asisten rumah tangga (ART) atau Pembantu Rumah Tangga di Surabaya, EAS (45) menjadi korban penganiayaan majikan. Selain mengalami kekerasan fisik, EAS juga disuruh makan kotoran kucing.
Tak sampai di situ, EAS juga dimasukkan ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih. Majikannya Mengantar kesini dan membuat laporan bahwa EAS mengalami gangguan jiwa.
EAS mengatakan, ia bekerja sebagai ART selama 13 bulan. Namun mulai bulan ketiga sudah mengalami kekerasan dari majikannya yang single parent. Bahkan di punggungnya pun banyak terdapat bekas luka.
"Hampir satu tahun nggak ada majikan laki-laki. Dia janda, pengacara juga," kata EAS kepada wartawan saat ditemui di Liponsos Keputih, Sabtu (8/5/2021).
ART yang ber-KTP Surabaya ini mengaku sering menerima aksi kekerasan dari majikannya. Ia pernah disuruh memakan kotoran kucing. Kini ia berharap anaknya yang berusia 10 tahun dan masih di rumah majikannya bisa keluar.
"Majikan saya bilang, itu ada tahi kucing kok ga dibuang. Terus saya bilang iya nanti saya buang. Terus dia bilang lagi, ga usah nanti buat makan kamu. Saya pikir itu bercanda ternyata beneran. Saya dikasih makan sama tahi kucing," ceritanya.
"Kadang dia emosi sama keluarganya aku yang kena imbas, nggak mesti. Kadang karena pekerjaan, karena aku nguyek kurang karena tanganku sakit, itu juga jadi masalah. Sakitnya juga karena disiksa. Putri masih ada di sana umur 10 tahun, cewek. Harapan saya anak saya langsung dikeluarkan dari situ. Aku nggak mau anakku tinggal ndek situ lagi," jelasnya.
Cerita memilukan itu didengar oleh Wakil Komisi B DPRD Surabaya, Anas Karno. Ia mendatangi Liponsos dua kali untuk memastikan. Anas merasa ART ini tidak dalam keadaan gangguan jiwa. Sebab, sudah dua kali cerita dan kondisinya masih normal.
"Keluhannya banyak, dari punggungnya masih sakit, pahanya bekas setrika melepuh, punggung lecet karena dipukul. Disuruh makan kotoran, itu kata ART, ini sungguhan. Informasinya, hasilnya bukan depresi, normal. Sehingga ditaruh di Liponsos. Majikan yang naruh ke Liponsos," kata Anas.
EAS juga hanya menerima satu kali gaji selama 13 bulan bekerja. Bahkan, nominal gaji pun tidak sesuai dengan apa yang disepakati.
"Menurut dari ART tadi digaji sekali saja selama 13 bulan. Awal saja. Dijanjikan Rp 1,5 juta tapi dikasih Rp 1 juta," ujarnya
Anas pun siap mendampingi dan mengawal kasus ini. Bahkan, kata Anas, pihak kepolisian akan mendatangi dan mengajak EAS ke RS untuk dilakukan visum. Ia berharap ada langkah hukum untuk selanjutnya. Kini kondisi ART ini tidak kuat berjalan karena bekas setrika di pahanya. Sehingga ia dibantu dengan kursi roda.
"Dugaan ART ini penganiayaan biarkan proses hukum kepolisian. Saya mewakili DPRD masyarakat Surabaya kita-kita kawal, karena ini peran warga biar segera diobati. Sehingga pulih kembali. Harapannya ini kesembuhan, biar sembuh total kalau ga punya tempat akan di tempatnya di mana, pemkot harus peduli juga. Kalau selesai sembuh biarkan proses hukum berjalan agar betul-betul dilaksanakan," pungkasnya.
Kini sang majikan yang melakukan penyiksaan pun sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Oki Ahadian membenarkan soal penetapan tersangka tersebut. Namun polisi belum mengungkap identitas majikan dari ART tersebut.
"Benar, sudah (ditetapkan tersangka)," kata Oki kepada wartawan Senin (17/5/2021)
Oki menambahkan, pihaknya akan melayangkan surat panggilan pemeriksaan dalam waktu dekat, kepada majikan ART tersebut. "Besok untuk panggilannya. Apabila gak hadir, surat panggilan kedua," terang Oki.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Oki mengungkapkan, yang bersangkutan mengelak telah melakukan aksi penyiksaan yang dilaporkan.
Sementara EAS masih menjalani perawatan di rumah sakit. Ia mengalami sejumlah luka setelah menjadi korban kekerasan sang majikan.(Red)
Source detikNews